Judul :
Trilogi Insiden
Penulis :
Seno Gumira Adjidarma
Peresensi :
Indri Prasetya Wati
Penerbit : Bentang
Pustaka
Tahun :
I, April, 2010
Halaman : 452
Halaman
Sebuah Perlawanan Terhadap
Pembungkaman
Dan
apabila mulut dibungkam, biarkanlah
tangan ini yang meneriakkan kata-kata. Biarkanlah bahasa yang membongkar
apa-apa yang tersembunyi dibalik jejak sejarah yang belum terungkap.
“Kebenaran”
yang dijunjung tinggi-tinggi kala itu, hanya sebuah celoteh kecil tanpa makna.
Dimana penguasa dapat mengotak-atik semua “isinya”.
Sastra tidak sama dengan
jurnalistik. Namun, ketika jurnalistik mengalami keterbatasan dalam
mengungkapkan realitas, maka sastralah yang dapat menggantikannya. Itulah yang
ingin disampaikan lewat buku ini.
Setidaknya ada tiga buku Seno
Gumira Ajidarma yang merupakan Trilogi Insiden–ketiganya mengandung fakta
seputar Insiden Dili, yang ditabukan media massa semasa Orde Baru. Itulah Saksi
Mata(kumpulan cerpen), Jazz, Parfum dan Insiden(Novel) dan ketika Jurnalisme di
Bungkam Sastra Harus Bicara(kumpulan Esai) yang diterbitkan ketika orde baru
masih berkuasa. ketiganya telah menjadi dokumen, tentang bagaimana sastra tak
bisa menghindar untuk terlibat, secara praktis dan konkret, dalam persoalan
politik–apabila politik kekuasaan itu menjadi semakin tidak manusiawi.
Di masa reformasi, kewaspadan
atas perilaku kekuasaan tidak bisa dilepaskan. Ketiga buku ini diterbitkan
kembali dalan satu judul, sebagi Trilogi Insiden, memeniuhi kebutuhan untuk
saling mengingatkan.
Buku Saksi Mata
merupakan kumpulan cerpen, yang terdiri dari Saksi Mata, Telinga, Manuel,
Maria, Salvador, Rosario, Listrik, Pelajaran Sejarah, Misteri Kota Ningi,
Klandestin, Darah itu Merah Jenderal, Seruling Kesunyian, Salazar, Junior,
Kepala di Pagar Da Silva, dan Sebatang Pohon di Luar Desa. Dari judulnya saja
sudah jelas bahwa cerpen-cerpen ini merupakan representasi dari Insiden Dili 12
November 1991. Terasa nyata, terasa darahnya, terasa sadisnya, terasa kejamnya.
Kedua adalah buku Jazz,
Parfum dan Insiden. SGA mampu meramu laporan-laporan Insiden Dili menjadi
sebuah roman yang dibalut sensasi parfum dan filosofi alunan musik jazz.
Kehidupan seperti jazz memang penuh improvisasi. Banyak peristiwa tak terduga
yang harus selalu kita atasi. Kita tak pernah tahu ke mana hidup ini akan
membawa kita pergi. Kita boleh punya rencana, punya cita-cita, dan berusaha
mencapainya, tapi hidup tidak selalu berjalan seperti kemauan kita. Barangkali
kita tidak pernah mencapai tujuan kita. Barangkali kita mencapai tujuan kita,
tapi dengan cara yang tidak pernah kita bayangkan. Barangkali juga kita tidak
punya tujuan dalam hidup ini, tapi hidup itu akan selalu memberikan
kejutan-kejutannya sendiri. Banyak kejutan. Banyak insiden.
Ketika Jurnalisme Dibungkam,
Sastra Harus Bicara
merupakan kumpulan essai yang merangkum dibalik pembuatan Saksi Mata maupun
Jazz, Parfum dan Insiden. Bila jurnalisme bicara dengan fakta, sastra bicara
dengan kebenaran. Fakta-fakta bisa diembargo, dimanipulasi, atau ditutup dengan
tinta hitam, tapi kebenaran muncul dengan sendirinya, seperti kenyataan. Jurnalisme
terikat oleh seribu satu kendala, dari bisnis sampai politik, untuk
menghadirkan dirinya, tetapi kendala sastra hanyalah kejujuran sendiri. Buku
sastra bisa dibrendel, tetapi kebenaran dan kesusasteraan menyatu bersama
udara, tak tergugat dan tak tertahankan. Menutupi fakta adalah tindakan
politik, menutupi kebenaran adalah perbuatan paling bodoh yang bisa dilakukan
manusia di muka bumi.
Kebenaran dalam kesusasteraan
adalah sebuah perlawanan bagi historisme, sejarah yang hanya diciptakan bagi
pembenaran kekuasaan. Semoga penerbitan ulang buku ini mampu mengingatkan semua
pihak bahwa Tragedi Dili merupakan bagian dari sejarah bangsa ini yang tidak
boleh dilupakan.
Selayaknya karya sastra
bukanlah sekedar hiburan, Ia lahir dari sebuah pemikiran yang merefleksikan
zamannya dan tidak lepas dari realitas faktual yang terjadi pada masyarakat.
Mengutip yang ditulis Seno Gumira Adjidarma dalam sebuah esainya, ‘imajinasi
tidak mampu melepaskan fakta dari kebenaran, barangkali ia menjadi fiksi tapi
tetap kebenaran.’
Wah sangat berguna ini makasih gan
BalasHapus