VOC
“Vereenigde Oost Indische Compagnie”
oleh Indri Prasetya Wati
Melihat latar belakang
kehadiran pedagang Belanda ke Indonesia, maka secara ekonomis kehadiran mereka
semata-mata adalah untuk berdagang. Berbeda dengan bangsa Portugis, bangsa
Belanda melaksanakan perdagangan antarbenua melalui suatu badan dagang yang dibentuk
khusus untuk itu, dilengkapi dengan modal yang disetor oleh warga negaranya. Oleh
karena semangat dagang orang-orang Belanda, maka mereka berusaha membentuk
organisasi dagang yang benar-benar rapi dalam rangka memperoleh keuntungan
secara ekonomis. Pada tahun 1602 usaha
mempersatukan para pedagang Belanda mulai terwujud dengan dibentuknya Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC)
yang terbentuk atas prakarsa dari Johan van Oldenbarneveld.
Kerjasama
pedagang-pedagang VOC ini dianggap penting karena alasan-alasan berikut:
1. VOC
merupakan sebuah kekuatan dan alat pemerintah Belanda untuk menghadapi Portugis dan Spanyol.
2. Kerjasama
tersebut guna meminimalisir kerugian akibat perjalanan jauh dan penuh resiko
dalam pelayaran. Melihat pada tahun-tahun sebelumnya banyak kapal-kapal yang
dikirim Belanda tidak kembali lagi.
3.
Untuk dapat mempertahankan diri di Asia,
maka mereka harus memegang monopoli perdagangan. Untuk mencapai hal tersebut
maka mereka harus memiliki kekuatan bersaing yang tinggi melalui persekutuan
dagang.[1]
Serikat
perusahaan dagang tersebut dikelola oleh sebuah badan (Bewindhebbers) yang berjumlah sekitar 70 orang yang mewakili
perusahaan-perusahaan lokal yang ada sebelumnya. Para manajer tersebut memilih
17 orang yang menjadi direksi (Heeren
XVII).[2]
Segera setelah VOC berdiri, pada tahun 1602 itu pula organisasi ini memperoleh
hak octroi dari Staten General yang isi pokoknya adalah monopoli perdagangan di
wilayah yang membentang antara Tanjung Harapan (Afrika Selatan) hingga Selat
Magelhaens (Amerika Selatan).
Kumpeni
dagang Belanda (VOC) sebagai pengganti Portugis dalam hubungan dagang dengan
bangsa Indonesia, memperoleh segala macam hak istimewa dalam hubungan
perdaganagan dengan bangsa Indonesia melalui raja-raja Indonesia. hak-hak
istimewa tersebut mereka peroleh sebagai konspensasi atas bantuan yang
telahdiberikan kepada raja-raja yang bersangkutan.
Berkaitan dengan
octroi yang diberikan oleh parlemen,
maka VOC mempunyai wewenang untuk mendaftar personel atas dasar sumpah setia,
melakukan peperangan, membangun benteng-benteng, dan mengadakan perjanjian
–perjanjian di seluruh Asia.[3]
Meskipun VOC adalah organisasi milik Belanda, tetapi sebagian besar anggotanya
bukanlah orang-orang Belanda.
Tujuan
diberikannya hak octroi itu adalah
sebagai berikut:
1. Mencegah
terjadinya persaingan diantara pedagang-pedagang Belanda sendiri,
2. Mampu
secara bersama-sama menghadapi persaingan sesama pedagang Eropa (Potugis,
Spanyol, dan Inggris) dan pedagang Asia lainnya,
3. Memberikan
kekuasaan kepada para pedagang untuk mengadakan perlawanan terhadap Spanyol dan
Portugis. Dengan hak octroi yang
dimiliki VOC, tugas-tugas yang menjadi beban pemerintah dapat dibebankan kepada
VOC.[4]
Pada tahun-tahun
pertama VOC memberikan keuntungan yang cukup besar, tetapi hanya sedikit
keberhasilan militer yang dicapai dalam menghadapi orang-orang Portugis dan
Spanyol. Satu-satunya keberhasilan VOC yakni berhasil menduduki Ambon pada
tahun 1605. Meskipun sudah berhasil menguasai Ambon, tetapi orang-orang Belanda
masih jauh dari tujuan utama mereka yaitu memaksan monopoli atas semua
rempah-rempah, dan sengan mengusir saingan-saingannya bangsa Eropa mencegah
supaya rempah-rempah tidak melimpah ruah di Eropa.[5]
Pertama kali VOC
memperoleh keuntungan melalui perdagangan bebas, mendapatkan perlakuan yang
sama dengan pedagang-pedagang lain yang berhubungan dengan bangsa Indonesia.
mereka bertindak sebagai pedagang biasa, hubungan dagang sewajarnya. Tahap
berikutnya adalah keuntungan yang diperoleh menjadi lebih besar dengan adanya
hak beli utama.
VOC mendapatkan hak
untuk memperoleh penawaran pertama atas barang-barang produksi Indonesia.
Penawaran tersebut dilakukan sebelum barang-barang dagangan tersebut ditawarkan
kepada pedagang lain; terutama sesama pedagang Eropa. Tahapan berikutnya
adalaha mereka memaksakan untuk menjadi satu-satunya pedagang yang membeli
hasil-hasil produksi dan sekaligus sebagai satu-satunya pedagang yang memasok
barang-barang keperluan yang dibutuhkan. VOC melakukan monopoli pembelian dan
penjualan. Tahapan paling menguntungkan VOC adalah ketika mereka memperoleh
pendapatan dari penyerahan wajib keuntungan dari contingen-contingen.
Demi memperkuat kedudukan
kumpeni di Indonesia, De Heren Seventien pada tahun 1609 memutuskan untuk
memberikan pimpinan pusat kepada perusahaannya yang ada di Indonesia. untuk
pertama kali Pieter Both diangkat sebagai pimpinan tertinggi kumpeni di
Indonesia sebagai gubernur jenderal yang berkedudukan di Ambon. Fungsi gubernur
jenderal adalah sebagi kepala militer, kepala pemerintahan sipil, dan kepala
perdagangan. Dengan demikian maka Ambon berfungsi sebagai pusat militer, pusat
pemerintahan, dan pusat perdagangan. Di wilayah Indonesia Timur, gubernur
jenderal memiliki pusat-pusat dagang sebagai agen yang berkedudukan di Ambon dan
Ternate.
Puncak kekuasaan VOC di
perairan Indonesia adalah akhir abad XVII. Angkatan lautnya menguasai Samudra
Hindia dan membangtu mempertahankan monopoli-monopoli perdangan di Maluku,
Makasar, banten, Jambi dan daerha-daerah lainya. Angkatan laut mereka juga
berhasil menghalau semua bangsa Eroap lainnya dari perairan Indonesia.
orang-orang portugis sejak terusir dari Ambon (1605) hanya bertahan di Timor
yang tidak begitu berarti perannya dalam perdagangan. Inggris sejak terusir
dari banda (1623) hanya bertahandi Benteng Bengkulu yang juga tidak begitu
berarti secra ekonomis.
Kekuasaan VOC di darat
sebatas hanya meliputi beberapa pulau rempah-renpah di Maluku dan beberapa
tempat bertahan berupa benteng-benteng di kota-kota pantai seperti: Batavia,
malaka, dan Makasar.
Dibalik serangkaian
keberhasilan VOC untuk menguasai wilayah-wilayah perdagangan di Indonesia serta
menanamkan pengaruhnya dalam politik ketatanegaraan di dalam kerajaan-kerajaan
Indonesia, ternyata pada akhir abad XVIII mulai menunjukkkan tanda-tanda
kemunduran.sebab utama kemunduran itu adalah bahwa organisasi yang pada mulanya
merupakan organisasi perdagangan terlalu sederhana untuk mengurus wilayah yang
luas dengan beban yang berat sebagai penguasa daerah.
Faktor-faktor yang
menyebabkan runtuhnya VOC yang telah menunjukkan kemegahannya selama hampir 200
tahun ini dapat disebutkan seperti berikut:
a. Wilayah
kekuasaan yang semakin luas. Konsekuensi perluasan wilayah adalah pengeluaran
biaya yang tinggi. Dana untuk perawatan, pengawasan, eksplorasi, penyediaan
sarana-prasarana, dan sebagainya tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Ketika wilayahnya sudah sangat luas, VOC yang hanya dipersiapkan untuk
organisasi daganag tidak lagi mampu memikul beban yang disandangnya. Keuntungan
perdagangan semakin berkurang untuk biaya operasional di wilayah kekuasaan;
b. Perang
yang berlangsung di Eropa antara Inggris dan Belanda (1780-1784) telah menyerap
keuntungan perdagangan VOC.
c. Berkurangnya
keuntungan karena luasnya wilayah kekuasaan dan pembiayaan perang yang tinggi
mengakibatkan adanya gerakan penghematan terhadap semua aktifitas dan belanja
pegawai. Gerakan penghematan ini justru semakin mempercepat keruntuhannya.
Pada akhir tahun 1799,
VOC oleh kerajaan Belanda dinyatakan pailit dengan saldo kredit sebesar 134,7
gulden. Pada 1 januari 1800 kumpeni dilikuidasi dan pegawai-pegawai perusahaan
dagang tersebut benyak yang pindah bekerja sebagai pegawai negeri pada
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Gubernur jenderal bukan lagi sebagai
pelaksana mandat kumpeni dagang, tetapi sebagai wakil dari raja Belanda di
daerah seberang lautan. Kenijakan-kebijakannya harus sejalan dengan pemerintah
negeri Belanda. Sisa-sisa kekayaan kumpeni diambil alih oleh pemerintah
kerajaan Belanda. Tugas dan kewajiban VOC untuk selanjutnya dipegang oleh Raad der Aziatische Bezittingen
Vestigingent.
Sumber:
Saiful
Bachri, 2005. Sejarah Perekonomian. Surakarta:
UNS Pers.
Tim Nasional Penulisan
Sejarah Indonesia, 2010. Sejarah Nasional
Indonesia “Kemunculan Penjajah di Indonesia”. Jakarta: Balai Pustaka.
Ricklefs, 2005. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: UGM Press.
[1] Saiful
Bachri, 2005, Sejarah Perekonomian, Surakarta: UNS Pers. Hal 59.
[2]Tim
Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010, Sejarah Nasional Indonesia
“Kemunculan Penjajah di Indonesia”, Jakarta: Balai Pustaka. Hal 29.
[3] Ibid, hal 39-40.
[4] Saiful
Bachri, Op. Cit,. Hal 60.
[5]
Ricklefs, 2005, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: UGM Press. Hal 40-41.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar